12 Agustus, 2008

HUKUMAN BAGI SI BUTA

HUKUMAN BAGI SI BUTA

Seorang temanku bercerita, suatu ketika dalam perjalanannya mengikuti acara Jambore Nasional, ia menuju perkemahan dekat hutan bersungai, yang kebetulan sungai tersebut menghubungkan dengan sungai-sungai daikawasan hutan tersebut, pada mulanya ia tidak sengaja melihat dua ekor monyet yang memang menjadi salah satu pemandangan tersendiri di hutan tempat perkemahan. Kedua kera tersebut jatuh dalam sebuah cawang air (dalam bahasa jawa: belik) yang dalam setelah asik bermain diatas pohon-pohon yang rindang dan hijau, dimana dibawah pohon-pohon itu terdapat sungai yang mengalir deras, pada sisi-sisi sungai itu terdapat cawan-cawan air, memang sebagian besar airnya digunakan untuk memasak bagi yang berkemah disekitar hutan tersebut. Cawang air tersebut ada yang dalam dan dangkal berlumpur. Sedangkan airnya begitu dingin sehingga membuat kera tersebut menjerit-jerit laksana minta tolong. Bermula dari apa yang tengah dilihat ia bertutur tentang kisah dua ekor kera tersebut.
“Oh, bagaimana ini?” kata seekor kera yng pertama. “Ini adalah kehendak yang kuasa, tidak ada pertolongan. Selamat tinggal kawanku!, Selama tinggal, dunia yang menyeramkan”. Ungkapnya sambil menangis dan akhirnya tenggelam.
Akan tetapi kera yang satunya langsung berusaha berenang tuk meraih ranting-ranting akar yang menjalar disekitar dinding cawing air. Sesaat ia menyeka wajah dan mengeringkan matanya yang penuh dengan lumpur. “Paling tidak, aku akan berenang sejenak”, katanya. “Tidak akan membantu dunia jika kera satu lagi mati”.
Dua jam lewat ia menendang dan terus berenang, tidak sekalipun ia berhenti mengeluh dan putus asa. Tetapi ia terus menendang dan berenang, berenang dan menendang sampai akhirnya, sampailah tangannya untuk mengais ranting-ranting akar yang berada didinding-dinding cawing air. Setelah dapat meraih ranting akar tersebut mulailah ia memanjat sedikit demi sedikit dengan berpegangan pada ranting akar menuju pada bibir cawing air.
Satu hal yang berbeda dari kedua kera tersebut dalam kisah diatas adalah cara pandang mereka terhadap dunia atau lingkungan disekitarnya. Selain itu bagaimana cara pandang menyelesaikan masalah yang terjadi disekitar mereka terhadap hambatan-hambatan yang ada. Salah satu elemen penting dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi, baik masalah keluarga, pekerjaan atau masalah pribadi, terletak pada cara pandang kita terhadap masalah itu sendiri.
Cara pandang ini tentunya dipengaruhi oleh semua realitas yang ada dan terus-menerus ditangkap oleh akal kita dan masuk dalam pikiran kita. Realitas itu menjadi informasi-informasi penting untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga menjadi sebuah paradigma baru dalam diri kita. Informasi-informasi tersebut bias berupa bacaan ataupun sentuhan-sentuhan dengan realitas social kita, yang bersifat pemberi motifasi diri. Maka tentunya kita akan cenderung mengambil hikmah pada peristiwa-peristiwa yang terjadi sehingga membuatnya lebih optimis.
Berbeda halnya jika realitas yang masuk dalam pikiran kita berupa informasi-informasi yang bersifatnegatif atau cenderung melemahkan diri kita, yang didominasi oleh dogma-dogma dan tradisi-tradisi adat yang membelenggu kita sehingga kita cenderung menutup diri. Oleh karenanya terdapat peringatan keras dari Nabi,: “Awasi pikiranmu” sebuah hermeneutik atas “Bahwa terlalu panjang angan-angan adalah kharam”.
Jika kita telaah lebih dalam sesungguhnya hanya dengan cara pandang yang positif, sebenarnya semua masalah dapat diselesaikan dengan baik atau tidak. Jika seseorang memiliki cara pandang positif dalam menyelesaikan segala masalah yang ada biasanya orang itu memiliki sifat ikhlas dalam artian alergi pada urusan pamrih dan imbalan. Karena baginya meneyelesaikan masalah adalah bagian dari hidupnya, ia merupakan the way of life (cara hidup) bukan how to life (bagaimana hidup). Mereka yang memiliki cara pandang demikian, apapun yang diberikan baik pekerjaan atau tugas akan diyakininya sebagai amanah, yang harus dijalankannya dengan sungguh-sungguh. Mereka memiliki cara pandang sendiri dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada dirinya, sehingga tidak berharap perlu dan harus orang lain memandangnya. Bagi mereka, menyelesaikan pekerjaan bukan untuk dilihat oleh pimpinan atau untuk meraih piala kemenangan atau meraih kedudukan tertentu.
Semua prestasi yang ada pada diri kita baik itu pangkat, kedudukan atau jabatan bukan menjadi salah satu jaminan bagi kita untuk memiliki cara pandang positif terhadap apapun yang ada disekitar kita, apa atau siapa yang ada dilingkungannya. Di sisi lain mitra atau teman, sahabat bahkan perkenalan kita menjadi asset yang berharga untuk membentuk sebuah jaringan (network) yang lebih baik. Oleh karenanya bukan lingkungan yang menerjemahkan makna dalam diri kita melainkan kita yang menerjemahkan makna lingkungan dengan berbeda-beda dan sebenarnya.
Cara pandang yang positif akan sangat mempengaruhi dan memberi dampak yang positif terhadap efektifitas kerja seseorang. Cara pandang yang positif akan mampu membawa kita pada sifat optimis terhadap segala yang terjadi pada diri kita. Itulah sebabnya mereka yang memiliki cara pandang akan memiliki willingness to do more (keinginan untuk melakukan lebih dari sesuatu yang diminta).dan memiliki watak pekerja cerdas (smart worker) Indivdu yang memiliki cara pandang demikian juga, secara pribadi akan mampu memetakan kompetensi dan minatnya sehingga dia tahu dimana dan bagaimana ia berkembang. Dengan niat yang tulus ikhlas diakan menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan karena memang itu baginya merupakan bagian dari hidupnya.
Steven covey berkata : “Jika kita memandang permasalahan dan beban itu berasal dari diri kita, justru pada saat itu sebenarnya kitalah yang sedang bermasalah” jadi mailah kita kembangkan optimisme kita mulai hari ini untuk memaknakan arti hidup. Optimisme yang sesungguhnya adalah menyadari masalah serta memengenali pemecahannya. Mengetahu kesulitan dan yakin kesulitan itu dapat diselesaikan. Melihat yang negatif tetapi menekankan yang positif. Menghadapi yang terburuk tetapi mengharapkan yang terbaik. Mempunyai alasan untuk menggerutu tetapi memilih untuk tersenyum. Haaaaa.....haaa........ jika kita tidak mengenal diri kita itu berart kita buta atas diri kita ya parah tooooooooooooooooooo

1 komentar:

diliecute mengatakan...

aq ngerasa tersindir nech, hehe...

Template by : kendhin x-template.blogspot.com